Viktus Murin
Direktur Lembaga Kajian
Direktur Lembaga Kajian
dan Aksi Kebangsaan
PULAU Rote di gerbang selatan Nusantara. Masyarakat di pulau nan eksotis ini patut berbangga hati, karena pulau kebanggaannya turut menjadi titik simpul kegiatan berskala nasional bertajuk “Merajut Indonesia”, yang digagas Kementerian Pemuda dan Olahraga di era Menpora Roy Suryo.
Terdapat lima titik simpul kegiatan Merajut Indonesia, yakni Pulau Miangas di Provinsi Sulawesi Utara, Pulau Rote di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pulau Sabang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Merauke di Propinsi Papua Barat, dan Samarinda di Provinsi Kalimantan Timur. Kelima lokasi inilah yang secara simbolik menandai kuatnya spirit dan kehendak para pemuda untuk mengukuhkan bangunan negara-bangsa (nation-state) Indonesia, sekaligus menguatkan karakter keindonesiaan yang berbasis kemajemukan atau pluralitas.
Merajut Indonesia mengandung pesan simbolik-filosofis mengenai penguatan semangat persatuan Indonesia. Merujuk pada rilis resmi Kementerian Pemuda dan Olahraga, kegiatan Merajut Indonesia memiliki tujuan; Pertama, meneguhkan kembali sikap keindonesiaan dan rasa cinta Tanah Air pada diri pemuda; Kedua, memperkuat komitmen untuk menegakkan NKRI; Ketiga, merawat kemajemukan Indonesia dari benih-benih ancaman disintegrasi; Keempat, memperkuat jaringan soliditas antar-pemuda di seluruh Tanah Air; Kelima, menggalang aktivitas kreatif, sekaligus unjuk prestasi di bidang kepemudaan dan olahraga; Keenam, membangun optimisme pemuda terhadap masa depan Indonesia.
Kegiatan perdana Merajut Indonesia telah berlangsung pada 18-20 Mei 2013 di Pulau Miangas, Sulawesi Utara, yang merupakan pulau terdepan di gerbang utara Indonesia. Sejumlah kegiatan digelar di Miangas di antaranya perkemahan pemuda/Pramuka, bakti pemuda berupa aksi peduli lingkungan, simulasi tanggap bencana, penyuluhan anti-narkoba, pelatihan singkat bela negara, karnaval budaya nusantara, dialog pemuda, dan aksi panggung spekta pemuda.
Kegiatan serupa di Miangas itulah yang bakal digelar di Pulau Rote pada 26-28 Juni 2013. Beberapa kegiatan penunjang yang bersinergi dengan elemen masyarakat digulirkan pula untuk menyemarakkan event Merajut Indonesia, antara lain pelatihan jurnalistik untuk organisasi kepemudaan, dialog kepemudaan, workshop kewirausahaan pemuda, kepeloporan pemuda, pertandingan olahraga masyarakat khususnya olahraga tradisional, dan distribusi bantuan peralatan olahraga.
Merenda Kemajemukan
Kemajemukan! Inilah anugerah terdahsyat yang diberikan Tuhan Sang Pencipta kepada bangsa Indonesia. Kemajemukan inilah yang semestinya menjadi kekuatan, bukan malah dinistakan sebagai embrio perpecahan dan disintegrasi bangsa. Bukankah Indonesia tidak seindah yang kita lihat dan rasakan selama ini apabila ia homogen? Indonesia justru menjadi indah karena ia heterogen, karena ia majemuk. Merajut Indonesia, dari barat sampai ke timur, dari utara sampai ke selatan; dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Merajut Indonesia dengan demikian memperkuat jalinan keindonesiaan dalam perspektif geostrategi, geopolitik, dan geososial.
Kemajemukan! Inilah anugerah terdahsyat yang diberikan Tuhan Sang Pencipta kepada bangsa Indonesia. Kemajemukan inilah yang semestinya menjadi kekuatan, bukan malah dinistakan sebagai embrio perpecahan dan disintegrasi bangsa. Bukankah Indonesia tidak seindah yang kita lihat dan rasakan selama ini apabila ia homogen? Indonesia justru menjadi indah karena ia heterogen, karena ia majemuk. Merajut Indonesia, dari barat sampai ke timur, dari utara sampai ke selatan; dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Merajut Indonesia dengan demikian memperkuat jalinan keindonesiaan dalam perspektif geostrategi, geopolitik, dan geososial.
Tataplah Indonesia hari ini yang semakin tergerus oleh degradasi solidaritas dan pelemahan kohesi kebangsaan. Tidak sedikit warga bangsa yang menyimpan kegundahan hati terhadap nasib negerinya. Ibu Pertiwi pun gundah-gulana menyaksikan anak-anaknya kian terpukau oleh euforia yang tak kunjung padam, individualisme yang terus menggila, berkobarnya ‘nasionalisme lokal’ berbau kedaerahan (etnosentrisme), sikap takluk kepada primordialisme, kecongkakan watak intoleransi, sektarianisme, dan fanatisme buta atas nama suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Kondisi Indonesia yang kian muram seperti itulah yang harus diubah. Di sinilah kegiatan Merajut Indonesia menemukan relevansinya. Merajut Indonesia mengandaikan adanya kesadaran kolektif untuk merawat kebersamaan di bawah payung NKRI. Hal ini, pada level penghayatan transenden, merupakan manifestasi keberterimaan dan rasa syukur kita atas kemajemukan yang terberikan (given), sebagai anugerah dari Tuhan Sang Pencipta! Maka, wahai para pemuda pemilik sah Indonesia masa depan, teruslah merenda kemajemukan dan menenun kedamaian!
Di relung benak dan sukma kolektif, Merajut Indonesia dapat dipandang sebagai perwujudan idealisme kolektif warga bangsa untuk menghadang ramalan ‘Indonesia sebagai negara gagal (failed state)’ akibat salah urus pemerintahan, permainan politik praktis yang liar dan serba menghalalkan cara, hantu korupsi yang menyuburkan kemiskinan, ideologi kekerasan yang menyusahkan berlapis generasi, berhala hedonisme yang menyuburkan sikap narsis, serta virus sosial lainnya yang melumpuhkan solidaritas kemanusiaan.
Hari-hari ini, peran pemuda dibutuhkan kembali oleh sejarah dalam upaya mengawal cita-cita negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Di pundak pemuda, terletak masa depan Indonesia. Bersama pemuda jualah, kita dapat merawat harapan untuk tetap berjanji, berbakti, dan mengabdi bagi negeri. Para pemuda mesti mengambil posisi di garda depan, untuk dan dengan caranya sendiri, menjaga, membumikan, dan mewujudnyatakan idealismenya dalam tindakan, dengan berbasiskan pada empat pilar kehidupan berbangsa yakni NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Di sini, di bumi Nusa Tenggara Timur. Janganlah dilupakan, bahwa tapak-tapak perjalanan sejarah Indonesia juga telah termeteraikan pula dari bumi NTT. Di sini, di bumi NTT, sejarah telah dituliskan mengenai kontribusi masyarakat di wilayah ini terkait keluhuran nilai-nilai berbangsa. Perihal tesa ini, ingatan kolektif kita melompat jauh kembali pada kisah perjuangan Bung Karno. Pada paruh awal 1930-an, Bung Karno muda diasingkan oleh kaum kolonial ke Ende, di Pulau Flores yang kala itu merupakan salah satu wilayah paling terisolir di Nusantara. Di Ende, Bung Karno muda yang berjuluk “Putra Sang Fajar” menemukan momentum besar untuk merenungkan (baca: menggali) nilai-nilai luhur yang berakar dan bertumbuh di bumi persada Indonesia, yang di kemudian hari termeteraikan sebagai Pancasila. Inilah fakta sejarah yang tak terbantahkan, bahwa Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia sekaligus landasan filosofis kehidupan berbangsa (philosophy groundslag), riwayatnya bertali-temali erat dengan bumi NTT.
Ingatan mengenai tapak perjuangan Bung Karno di Ende itulah yang semestinya mampu menginspirasi para pemuda Indonesia di era kekinian, dalam menghadapi gelombang tantangan pembangunan nasional. Bung Karno, juga Bung Hatta, dan generasi para pendiri bangsa yang lain, sudah membuka jalan terang kemerdekaan bagi berlapis-lapis generasi bangsa Indonesia, yang kini hidup secara berdaulat di tanah tumpah-darahnya sendiri.
Dari Rote nusa sasando, di gerbang selatan Indonesia, seolah terdengar gemuruh suara ribuan pemuda yang berseru-seru; mari merenda kemajemukan dan menenun kedamaian untuk Indonesia yang lebih baik, lebih bermartabat, dan lebih berkeadaban. Dari Rote nusa sasando, di gerbang selatan Nusantara, seolah berkumandang bait puisi dan lirik prosa yang menyemburkan api solidaritas. Di pelataran depan tapal batas terselatan NKRI, desah lautan dan angin selatan bermadah tentang indahnya persaudaraan dalam iman, pengharapan, dan kasih.
Lihatlah, para pemuda pemilik sah Indonesia masa depan, dengan bermodalkan idealisme dan semangat yang bernyala-nyala, sedang menuliskan sendiri masa depan negerinya. Lihatlah dengan seksama, ribuan pemuda dengan tekun dan hikmat merajut untaian cita-cita kolektifnya bagi Indonesia masa depan yang mereka dambakan. Indonesia yang lebih maju, lebih bermartabat, dan lebih berkeadaban. Salam kebangsaan, dan selamat merajut Indonesia!
Agenda Sail Komodo 2013
Agenda di Kota Kupang
Kota Kupang Sebagai Pintu Masuk ( 29 Juli – 3 Agustus )
Titik labuh kapal perang di Dermaga LANTAMAL dan kapal peserta sail di Pantai Kupang
(29 – 30 Juli 2013) Penyambutan peserta Sail Komodo
Agenda Sail Komodo 2013
Agenda di Kota Kupang
Kota Kupang Sebagai Pintu Masuk ( 29 Juli – 3 Agustus )
Titik labuh kapal perang di Dermaga LANTAMAL dan kapal peserta sail di Pantai Kupang
(29 – 30 Juli 2013) Penyambutan peserta Sail Komodo
Sumber:victorynews-media.com
Comments
Post a Comment