Jonas Curhat Soal Bendungan Kolhua
KUPANG, Rencana pembangunan Bendungan Kolhua di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, bukan kegiatan dadakan. Tapi, sudah direncanakan sejak lama, yakni saat zaman pemerintahan Daniel Adoe. Waktu itu tahun 2009, mulai diadakan pendekatan-pendekatan dan pembentukan Tim Sembilan.
Mekanisme kerja Tim Sembilan belum mencapai sasaran yang diinginkan, sehingga banyak keluarga di Kolhua tidak merasa puas, terhadap mekanisme kerja dahulu. Sehingga, wali kota yang baru perlu mengadakan pendekatan-pendekatan, supaya bisa berjalan lebih baik, terutama program-program yang akan dilakukan di Kelurahan Kolhua, terutama pembangunan bendungan.
“Dari awal saya sudah katakan, bahwa secara jujur dengan ketulusan hati saya sebagai wali kota yang memimpin kota ini lima tahun ke depan, ingin berbuat yang terbaik untuk semua warga kota, termasuk peningkatan kesejahteraan warga yang ada di Kolhua,” ujar Wali Kota Kupang, Jonas Salean, kepada wartawan saat menggelar jumpa pers di ruang kerjanya, Kamis (27/6).
Dikatakannya, dari dokumen yang ada, sejak tahun 2010, ada lima tokoh masyarakat pada 11 Oktober 2010, membuat pernyataan yang intinya menyetujui pembangunan Bendungan Kolhua. Dasar itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, terutama Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, dan Balai Wilayah Sungai II Nusa Tenggara, menyediakan dana untuk mendesain.
Hal itu didasarkan atas persetujuan tokoh masyarakat. “Di samping itu, perda kita tentang Tata Ruang Wilayah tahun 2011, daerah itu sudah ditetapkan sebagai daerah untuk pembangunan bendungan.
Karena itu, berdasarkan surat pernyataan dari lima tokoh masyarakat, maka pemkot bersama pemprov serta Balai Wilayah Sungai II Nusa Tenggara, melakukan pendekatan. Tapi pendekatan itu tidak bisa berjalan sejak tahun 2010, sampai dengan tanggal 3 Mei 2013 yang lalu, saya bertemu masyarakat,” terangnya.
Jonas mengaku, bulan April 2012, sebelum pilkada Kota Kupang, dirinya bertemu seluruh warga Kolhua saat sosialisasi. Saat itu, warga menyampaikan kalau mereka akan mendapat ganti rugi sawah dengan uang, karena daerah persawahan akan dijadikan sebagai bendungan. “Jadi saya bilang ke mereka, kalau ganti rugi terus kalian selesai pakai uang, itu mau cari makan di mana lagi? Karena sawah sudah tidak ada lagi, karena ganti rugi uang.
Saya bilang, kalau itu yang terjadi, maka hanya ganti rugi saja, saya jadi wali kota, saya akan tolak pembangunan Bendungan Kolhua itu. Itu komitmen kita sebelum jadi wali kota, dan saya tidak bisa pungkiri komitmen itu,” ujarnya.
Setelah menjadi Wali Kota Kupang, kata Jonas, ia bersama Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II dipanggil ke Jakarta oleh pejabat eselon III yang menangani proyek Bendungan Kolhua. Ia mengaku, dana belum ada, dan belum dibahas di DPR RI, kalau lokasi belum dibebaskan.
Pada kesempatan itu, pejabat eselon III memberi tahu akan memberikan ganti rugi tanah dengan dana pada saatnya nanti. “Jadi saya bilang di Jakarta, kalau ganti rugi saja, saya orang pertama yang tolak. Karena, masyarakat di sana mau makan apa? Uang dipakai tiga bulan habis, terus mereka mau makan apa? Mereka bilang kepada saya dan pak kepala Balai Sungai, kalau begitu kita alihkan mereka punya usaha, dari bertani kita bikin kios sepanjang bendungan untuk mereka berjualan.
Saya bilang, untuk mengubah pola kerja, kita punya kelurga di Kolhua dari bertani ke usaha kios, tidak mungkin. Itu secara pemerintahan kami tolak ramai-ramai. Itu tidak mungkin terjadi, dan rakyat tidak bisa menerima itu.
Mereka tanya saya lagi, kalau begitu, menurut pak wali bagaimana? Jadi saya bilang, kami punya lahan ada 25 hektare. Kalau Pemerintah Pusat dan Kementerian PU mau buat irigasi sepanjang satu kilo menuju tanah itu, maka saya mau sawah mereka harus diganti dengan sawah yang berada di tanah milik pemerintah kota,” urai Jonas panjang lebar.
Dia mengaku, selain sawah diganti sawah, warga Kolhua pemilik lahan akan diberikan ganti rugi. Sebelum bendungan dibangun, akan dilakukan survei dan tidak bicara di atas kertas. Selain itu, harus dibuat jalan sepanjang tiga kilometer memutari hutan menuju ke lokasi pembuatan sawah baru.
“Dari kementerian akan menyiapkan listrik tenaga air untuk satu kampung bisa menyala yang dikelola LPM. Kepada mereka yang punya sawah, itu diberikan 50 kg beras per bulan, per KK,” jelasnya. Jonas mengaku, selama tiga tahun pekerjaan pembangunan Bendungan Kolhua, sebanyak 200 warga dipekerjakan di proyek tersebut. Jika bendungan selesai dikerjakan, 51 ribu sambungan air bersih untuk warga kota dan air permukaan terjaga.
“Saya belum sempat jelaskan dengan baik kepada masyarakat, sudah dituduh kita dengan macam-macam. Saya bilang, saya tanam kepala ini karena manfaat dari program itu menguntungkan warga di situ. Saya sebagai wali kota tidak pernah dalam hati mau bangun bendungan untuk buat sengsara rakyat,” kata Jonas.
Dijelaskannya, sebenarnya dari awal ia mau melakukan suatu acara permohonan maaf kepada warga Kolhua, karena sejak tahun 2010 pemerintah sudah salah langkah dan menyakiti hati rakyat Kolhua. Karena dulu, ada tokoh masyarakat dilaporkan ke polisi. “Saya tunggu waktu yang tepat, untuk saya lakukan secara budaya, keluarga di sana (Kolhua, red), saya mohon maaf.
Harus itu, walaupun orang lain yang buat, saya harus lakukan upacara permohonan maaf kepada keluarga-keluarga yang sempat tersinggung dulu. Yang mungkin sampai detik ini terbawa terus, akhirnya pemikiran-pemikiran jernih sudah tidak dikedepankan lagi, tapi rasa benci.
Kalau rakyat sudah benci kepada pemerintah, kasihan itu. Kita tidak ada niat untuk membenci rakyat. Oleh karena itu, saya bilang masih ada waktu sisa, pansus turun, tolong keluarga di sana dibantu mendata tanah itu,” imbuh Jonas. (ays/rsy)
Sumber:timorexpress.com
KUPANG, Rencana pembangunan Bendungan Kolhua di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, bukan kegiatan dadakan. Tapi, sudah direncanakan sejak lama, yakni saat zaman pemerintahan Daniel Adoe. Waktu itu tahun 2009, mulai diadakan pendekatan-pendekatan dan pembentukan Tim Sembilan.
Mekanisme kerja Tim Sembilan belum mencapai sasaran yang diinginkan, sehingga banyak keluarga di Kolhua tidak merasa puas, terhadap mekanisme kerja dahulu. Sehingga, wali kota yang baru perlu mengadakan pendekatan-pendekatan, supaya bisa berjalan lebih baik, terutama program-program yang akan dilakukan di Kelurahan Kolhua, terutama pembangunan bendungan.
“Dari awal saya sudah katakan, bahwa secara jujur dengan ketulusan hati saya sebagai wali kota yang memimpin kota ini lima tahun ke depan, ingin berbuat yang terbaik untuk semua warga kota, termasuk peningkatan kesejahteraan warga yang ada di Kolhua,” ujar Wali Kota Kupang, Jonas Salean, kepada wartawan saat menggelar jumpa pers di ruang kerjanya, Kamis (27/6).
Dikatakannya, dari dokumen yang ada, sejak tahun 2010, ada lima tokoh masyarakat pada 11 Oktober 2010, membuat pernyataan yang intinya menyetujui pembangunan Bendungan Kolhua. Dasar itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, terutama Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, dan Balai Wilayah Sungai II Nusa Tenggara, menyediakan dana untuk mendesain.
Hal itu didasarkan atas persetujuan tokoh masyarakat. “Di samping itu, perda kita tentang Tata Ruang Wilayah tahun 2011, daerah itu sudah ditetapkan sebagai daerah untuk pembangunan bendungan.
Karena itu, berdasarkan surat pernyataan dari lima tokoh masyarakat, maka pemkot bersama pemprov serta Balai Wilayah Sungai II Nusa Tenggara, melakukan pendekatan. Tapi pendekatan itu tidak bisa berjalan sejak tahun 2010, sampai dengan tanggal 3 Mei 2013 yang lalu, saya bertemu masyarakat,” terangnya.
Jonas mengaku, bulan April 2012, sebelum pilkada Kota Kupang, dirinya bertemu seluruh warga Kolhua saat sosialisasi. Saat itu, warga menyampaikan kalau mereka akan mendapat ganti rugi sawah dengan uang, karena daerah persawahan akan dijadikan sebagai bendungan. “Jadi saya bilang ke mereka, kalau ganti rugi terus kalian selesai pakai uang, itu mau cari makan di mana lagi? Karena sawah sudah tidak ada lagi, karena ganti rugi uang.
Saya bilang, kalau itu yang terjadi, maka hanya ganti rugi saja, saya jadi wali kota, saya akan tolak pembangunan Bendungan Kolhua itu. Itu komitmen kita sebelum jadi wali kota, dan saya tidak bisa pungkiri komitmen itu,” ujarnya.
Setelah menjadi Wali Kota Kupang, kata Jonas, ia bersama Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II dipanggil ke Jakarta oleh pejabat eselon III yang menangani proyek Bendungan Kolhua. Ia mengaku, dana belum ada, dan belum dibahas di DPR RI, kalau lokasi belum dibebaskan.
Pada kesempatan itu, pejabat eselon III memberi tahu akan memberikan ganti rugi tanah dengan dana pada saatnya nanti. “Jadi saya bilang di Jakarta, kalau ganti rugi saja, saya orang pertama yang tolak. Karena, masyarakat di sana mau makan apa? Uang dipakai tiga bulan habis, terus mereka mau makan apa? Mereka bilang kepada saya dan pak kepala Balai Sungai, kalau begitu kita alihkan mereka punya usaha, dari bertani kita bikin kios sepanjang bendungan untuk mereka berjualan.
Saya bilang, untuk mengubah pola kerja, kita punya kelurga di Kolhua dari bertani ke usaha kios, tidak mungkin. Itu secara pemerintahan kami tolak ramai-ramai. Itu tidak mungkin terjadi, dan rakyat tidak bisa menerima itu.
Mereka tanya saya lagi, kalau begitu, menurut pak wali bagaimana? Jadi saya bilang, kami punya lahan ada 25 hektare. Kalau Pemerintah Pusat dan Kementerian PU mau buat irigasi sepanjang satu kilo menuju tanah itu, maka saya mau sawah mereka harus diganti dengan sawah yang berada di tanah milik pemerintah kota,” urai Jonas panjang lebar.
Dia mengaku, selain sawah diganti sawah, warga Kolhua pemilik lahan akan diberikan ganti rugi. Sebelum bendungan dibangun, akan dilakukan survei dan tidak bicara di atas kertas. Selain itu, harus dibuat jalan sepanjang tiga kilometer memutari hutan menuju ke lokasi pembuatan sawah baru.
“Dari kementerian akan menyiapkan listrik tenaga air untuk satu kampung bisa menyala yang dikelola LPM. Kepada mereka yang punya sawah, itu diberikan 50 kg beras per bulan, per KK,” jelasnya. Jonas mengaku, selama tiga tahun pekerjaan pembangunan Bendungan Kolhua, sebanyak 200 warga dipekerjakan di proyek tersebut. Jika bendungan selesai dikerjakan, 51 ribu sambungan air bersih untuk warga kota dan air permukaan terjaga.
“Saya belum sempat jelaskan dengan baik kepada masyarakat, sudah dituduh kita dengan macam-macam. Saya bilang, saya tanam kepala ini karena manfaat dari program itu menguntungkan warga di situ. Saya sebagai wali kota tidak pernah dalam hati mau bangun bendungan untuk buat sengsara rakyat,” kata Jonas.
Dijelaskannya, sebenarnya dari awal ia mau melakukan suatu acara permohonan maaf kepada warga Kolhua, karena sejak tahun 2010 pemerintah sudah salah langkah dan menyakiti hati rakyat Kolhua. Karena dulu, ada tokoh masyarakat dilaporkan ke polisi. “Saya tunggu waktu yang tepat, untuk saya lakukan secara budaya, keluarga di sana (Kolhua, red), saya mohon maaf.
Harus itu, walaupun orang lain yang buat, saya harus lakukan upacara permohonan maaf kepada keluarga-keluarga yang sempat tersinggung dulu. Yang mungkin sampai detik ini terbawa terus, akhirnya pemikiran-pemikiran jernih sudah tidak dikedepankan lagi, tapi rasa benci.
Kalau rakyat sudah benci kepada pemerintah, kasihan itu. Kita tidak ada niat untuk membenci rakyat. Oleh karena itu, saya bilang masih ada waktu sisa, pansus turun, tolong keluarga di sana dibantu mendata tanah itu,” imbuh Jonas. (ays/rsy)
Sumber:timorexpress.com
Comments
Post a Comment